Sebelum memulai ceritaku, aku akan memberikan sedikit gambaran
mengenai diriku. Namaku adalah Ivan, bekerja sebagai karyawan swasta
asing di kawasan Sudirman, Jakarta. Aku adalah seorang pria berusia 29
tahun, aku keturunan chinese, wajahku lumayan ganteng, kulitku putih
bersih. Tinggiku 165 cm dan berat badanku 70 kg, sedikit kumis menghiasi
bibirku.
Kejadian ini adalah sebagian dari kisah nyataku, yang
terjadi kurang lebih 4 tahun yang lalu. Terus terang, aku sangat
menyukai wanita yang berusia 30-40 tahun, dengan kulit mulus. Bagiku
wanita ini sangat menarik, apalagi jika ‘jam terbangnya’ sudah tinggi,
sehingga pandai dalam bercinta. Namun sebagai pegawai swasta yang
bekerja, aku memiliki keterbatasan waktu, tidak mudah bagiku untuk
mencari wanita tersebut. Hal ini yang mendorong aku untuk mengiklankan
diriku pada sebuah surat kabar berbahasa Inggris, untuk menawarkan jasa
‘full body massage’. Uang bagiku tidak masalah, karena aku berasal dari
keluarga menengah dan gajiku cukup, namun kepuasan yang ku dapat jauh
dari itu. Sehingga aku tidak memasang tarif untuk jasaku itu, diberi
berapapun kuterima.
Sepanjang hari itu, sejak iklanku terbit banyak
respon yang kudapat, sebagian dari mereka hanya iseng belaka, atau hanya
ingin ngobrol. Di sore hari, kurang lebih pukul 18.00 seorang wanita
menelponku.
“Hallo dengan Ivan?” suara merdu terdengar dari sana.
“Ya saya sendiri” jawabku.
Dan seterusnya dia mulai menanyakan ciri-ciriku. Selanjutnya, “Eh ngomong-ngomong, berapa sich panjangnya kamu punya?” katanya.
“Yah normal sajalah sekitar 18 cm dengan diameter 6 cm.” jawabku.
“Wah lumayan juga yach, lalu apakah jasa kamu ini termasuk semuanya,” lanjutnya.
“Apa saja yang kamu butuhkan, kamu pasti puas dech..” jawabku. Dan yang
agak mengejutkan adalah bahwa dia meminta kesediaanku untuk
melakukannya dengan ditonton suaminya. Namun kurasa, wah ini pengalaman
baru buatku.
Akhirnya dia memintaku untuk segera datang di sebuah
hotel “R” berbintang lima di kawasan Sudirman, tak jauh dari kantorku.
Aku menduga bahwa pasangan ini bukanlah sembarang orang, yang mampu
membayar tarif hotel semahal itu. Dan benar dugaanku, sebuah president
suite room telah ada di hadapanku. Segera kubunyikan bel di depan
kamarnya. Dan seorang pria, dengan mengenakan kimono, berusia tak lebih
dari 40 tahun membukakan pintu untukku.
“Ivan?” katanya.
“Ya
saya Ivan,” jawabku. Lalu ia mencermatiku dari atas hingga bawah sebelum
ia mempersilakan aku masuk ke dalam. Pasti dia tidak ingin sembarang
orang menyentuh istrinya, pikirku.
“OK, masuklah” katanya. Kamar itu
begitu luas dan gelap sekali. Aku memandang sekeliling, sebuah TV
berukuran 52″ sedang memperlihatkan blue film.
Lalu aku memandang ke
arah tempat tidur. Seorang wanita yang kutaksir umurnya tak lebih dari
30 tahun berbaring di atas tempat tidur, badannya dimasukkan ke dalam
bed cover tersenyum padaku sambil menjulurkan tangannya untuk
menyalamiku. “Kamu pasti Ivan khan? Kenalkan saya Donna” katanya lembut.
Aku terpana melihatnya, rambutnya sebahu berwarna pirang, kulitnya
mulus sekali, wajahnya cantik, pokoknya perfect! Aku masih terpana dan
menahan liurku, ketika dia berkata “Lho kok bingung sich”.
“Akh enggak…” kataku sambil membalas salamnya.
“Kamu mandi dulu dech biar segar, tuch di kamar mandi,” katanya.
“Oke tunggu yach sebentar,” jawabku sambil melangkah ke kamar mandi.
Sementara, suaminya hanya menyaksikan dari sofa dikegelapan. Cepat-cepat
kubersihkan badanku biar wangi. Dan segera setelah itu kukenakan celana
pendek dan kaos.
Aku melangkah keluar, “Yuk kita mulai,” katanya.
Dengan sedikit gugup aku menghampiri tempat tidurnya. Dan dengan
bodohnya aku bertanya, “Boleh aku lepaskan pakaianku?”, dia tertawa
kecil dan menjawab, “terserah kau saja…”.
Segera kulepaskan
pakaianku, dia terbelalak melihatku dalam keadaan polos, “Ahk… ehm…” dan
segera mengajakku masuk ke dalam bed cover juga. “Kamu cantik sekali
Donna” kataku lirih.
Aku tak habis pikir ada wanita secantik ini
yang pernah kulihat dan suaminya memperbolehkan orang lain menjamahnya,
ah.. betapa beruntungnya aku ini. “Ah kamu bisa saja,” kata Donna.
Segera aku masuk ke dalam bed cover, kuteliti tubuhnya satu persatu.
Kedua bulatan payudaranya yang cukup besar dan berwarna putih terlihat
menggantung dengan indahnya, diantara keremangan aku masih dapat melihat
dengan sangat jelas betapa indah kedua bongkah susunya yang kelihatan
begitu sangat montok dan kencang. Samar kulihat kedua puting mungilnya
yang berwarna merah kecoklatan. “Yaa aammpuunn…” bisikku lirih tanpa
sadar, “Ia benar-benar sempurna” kataku dalam hati.
“Van…” bisik Tante Donna di telingaku.
Aku menoleh dan terjengah. Ya Ampuun, wajah cantiknya itu begitu dekat
sekali dengan wajahku. Hembusan nafasnya yang hangat sampai begitu
terasa menerpa daguku. Kunikmati seluruh keindahan bidadari di depanku
ini, mulai dari wajahnya yang cantik menawan, lekak-lekuk tubuhnya yang
begitu seksi dan montok, bayangan bundar kedua buah payudaranya yang
besar dan kencang dengan kedua putingnya yang lancip, perutnya yang
ramping dan pantatnya yang bulat padat bak gadis remaja, pahanya yang
seksi dan aah.., kubayangkan betapa indah bukit kemaluannya yang
kelihatan begitu menonjol dari balik bed cover. Hmm…, betapa nikmatnya
nanti saat batang kejantananku memasuki liang kemaluannya yang sempit
dan hangat, akan kutumpahkan sebanyak mungkin air maniku ke dalam liang
kemaluannya sebagai bukti kejantananku.
“Van… mulailah sayang…”
bisik Tante Donna, membuyarkan fantasi seks-ku padanya. Sorotan kedua
matanya yang sedikit sipit kelihatan begitu sejuk dalam pandanganku,
hidungnya yang putih membangir mendengus pelan, dan bibirnya yang ranum
kemerahan terlihat basah setengah terbuka, duh cantiknya. Kukecup lembut
bibir Tante Donna yang setengah terbuka. Begitu terasa hangat dan
lunak. Kupejamkan kedua mataku menikmati kelembutan bibir hangatnya,
terasa manis.
Selama kurang lebih 10 detik aku mengulum bibirnya,
meresapi segala kehangatan dan kelembutannya. Kuraih tubuh Tante Donna
yang masih berada di hadapanku dan kubawa kembali ke dalam pelukanku.
“Apa yang dapat kau lakukan untukku Van…” bisiknya lirih setengah kelihatan malu.
Kedua tanganku yang memeluk pinggangnya erat, terasa sedikit gemetar
memendam sejuta rasa. Dan tanpa terasa jemari kedua tanganku telah
berada di atas pantatnya yang bulat. Mekal dan padat. Lalu perlahan
kuusap mesra sambil kuberbisik, “Tante pasti tahu apa yang akan Ivan
lakukan… Ivan akan puaskan Tante sayang…” bisikku pelan. Jiwaku telah
terlanda nafsu.
Kuelus-elus seluruh tubuhnya, akhh… mulus sekali,
dengan sedikit gemas kuremas gemas kedua belah pantatnya yang terasa
kenyal padat dari balik bed cover. “Oouuhh…” Tante Donna mengeluh lirih.
Bagaimanapun juga anehnya aku saat itu masih bisa menahan diri untuk
tidak bersikap over atau kasar terhadapnya, walau nafsu seks-ku saat itu
terasa sudah diubun-ubun namun aku ingin sekali memberikan kelembutan
dan kemesraan kepadanya. Lalu dengan gemas aku kembali melumat bibirnya.
Kusedot dan kukulum bibir hangatnya secara bergantian dengan mesra atas
dan bawah. Kecapan-kecapan kecil terdengar begitu indah, seindah
cumbuanku pada bibir Tante Donna. Kedua jemari tanganku masih
mengusap-usap sembari sesekali meremas pelan kedua belah pantatnya yang
bulat pada dan kenyal. Bibirnya yang terasa hangat dan lunak berulang
kali memagut bibirku sebelah bawah dan aku membalasnya dengan memagut
bibirnya yang sebelah atas. ooh…, terasa begitu nikmatnya. Dengusan
pelan nafasnya beradu dengan dengusan nafasku dan berulang kali pula
hidungnya yang kecil membangir beradu mesra dengan hidungku. Kurasakan
kedua lengan Tante Donna telah melingkari leherku dan jemari tangannya
kurasakan mengusap mesra rambut kepalaku.
Batang kejantananku terasa
semakin besar apalagi karena posisi tubuh kami yang saling berpelukan
erat membuat batang kejantananku yang menonjol dari balik celanaku itu
terjepit dan menempel keras di perut Tante Donna yang empuk, sejenak
kemudian kulepaskan pagutan bibirku pada bibir Tante Donna.
Wajahnya
yang cantik tersenyum manis padaku, kuturunkan wajahku sambil terus
menjulurkan lidah di permukaan perutnya terus turun dan sampai di daerah
yang paling kusukai, wangi sekali baunya. Tak perlu ragu.
“Ohhh apa
yang akan kau lakukan… akh…” tanyanya sambil memejamkan mata menahan
kenikmatan yang dirasakannya. Beberapa saat kemudian tangan itu malah
mendorong kepalaku semakin bawah dan.., “Nyam-nyam..” nikmat sekali
kemaluan Tante Donna. Oh, bukit kecil yang berwarna merah merangsang
birahiku.
Kusibakkan kedua bibir kemaluannya dan, “Creeep…” ujung
hidungku kupaksakan masuk ke dalam celah kemaluan yang sudah sedari tadi
becek itu.
“Aaahh… kamu nakaal,” jeritnya cukup keras. Terus terang
kemaluannya adalah terindah yang pernah kucicipi, bibir kemaluannya
yang merah merekah dengan bentuk yang gemuk dan lebar itu membuatku
semakin bernafsu saja. Bergiliran kutarik kecil kedua belah bibir
kemaluan itu dengan mulutku. “Ooohh lidahmu.. oooh nikmatnya Ivan…”
lirih Tante Donna.
Sementara aku asyik menikmati bibir kemaluannya,
ia terus mendesah merasakan kegelian, persis seorang gadis perawan yang
baru merasakan seks untuk pertama kali, kasihan wanita ini dan betapa
bodohnya suaminya yang hanya memandangku dari kegelapan.
“Aahh..
sayang… Tante suka yang itu yaahh.. sedooot lagi dong sayang oooggghh,”
ia mulai banyak menggunakan kata sayang untuk memanggilku. Sebuah
panggilan yang sepertinya terlalu mesra untuk tahap awal ini.
Lima
menit kemudian… “Sayang.. Aku ingin cicipi punya kamu juga,” katanya
seperti memintaku menghentikan tarian lidah di atas kemaluannya.
“Ahh… baiklah Tante, sekarang giliran Tante,” lanjutku kemudian berdiri
mengangkang di atas wajahnya yang masih berbaring. Tangannya langsung
meraih batang kemaluan besarku dan sekejap terkejut menyadari ukurannya
yang jauh di atas rata-rata.
“Okh Van… indah sekali punyamu ini..”
katanya padaku, lidahnya langsung menjulur kearah kepala kemaluanku yang
sudah sedari tadi tegang dan amat keras itu.
“Mungkin ini nggak
akan cukup kalau masuk di.. aah mm… ngggmm,” belum lagi kata-kata
isengnya keluar aku sudah menghunjamkan burungku kearah mulutnya dan,
“Crooop..” langsung memenuhi rongganya yang mungil itu. Matanya
menatapku dengan pandangan lucu, sementara aku sedang meringis merasakan
kegelian yang justru semakin membuat senjataku tegang dan keras.
“Aduuuh enaak… ooohh enaknya Tante ooohh..” sementara ia terus menyedot
dan mengocok batang kemaluanku keluar masuk mulutnya yang kini tampak
semakin sesak. Tangan kananku meraih payudara besarnya yang menggelayut
bergoyang kesana kemari sembari tangan sebelah kiriku memberi rabaan di
punggungnya yang halus itu. Sesekali ia menggigit kecil kepala
kemaluanku dalam mulutnya, “Mm… hmmm…” hanya itu yang keluar dari
mulutnya, seiring telapak tanganku yang meremas keras daging empuk di
dadanya.
“Crop…” ia mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya. Aku
langsung menyergap pinggulnya dan lagi-lagi daerah selangkangan dengan
bukit berbulu itu kuserbu dan kusedot cairan mani yang sepertinya sudah
membanjir di bibir kemaluannya.
“Aoouuuhh… Tante nggak tahan lagi
sayang ampuuun… Vannn… hh masukin sekarang juga, ayooo..” pintanya
sambil memegang pantatku. Segera kuarahkan kemaluanku ke selangkangannya
yang tersibak di antara pinggangku menempatkan posisi liang kemaluannya
yang terbuka lebar, pelan sekali kutempelkan di bibir kemaluannya dan
mendorongnya perlahan, “Nggg… aa.. aa.. aa.. iii.. ooohh masuuuk… aduuuh
besar sekali sayang, ooohh…” ia merintih, wajahnya memucat seperti
orang yang terluka iris.
Aku tahu kalau itu adalah reaksi dari bibir
kemaluannya yang terlalu rapat untuk ukuran burungku. Dan Tante Donna
merupakan wanita yang kesekian kalinya mengatakan hal yang sama. Namun
jujur saja, ia adalah wanita setengah baya tercantik dan terseksi dari
semua wanita yang pernah kutiduri. Buah dadanya yang membusung besar itu
langsung kuhujani dengan kecupan-kecupan pada kedua putingnya secara
bergiliran, sesekali aku juga berusaha mengimbangi gerakan turun naiknya
diatas pinggangku dengan cara mengangkat-angkat dan memiringkan pinggul
hingga membuatnya semakin bernafsu, namun tetap menjaga ketahananku
dengan menghunjamkan kemaluanku pada setiap hitungan kelima.
Tangannya menekan-nekan kepalaku kearah buah dadanya yang tersedot keras
sementara burungku terus keluar masuk semakin lancar dalam liang
senggamanya yang sudah terasa banjir dan amat becek itu. Puting susunya
yang ternyata merupakan titik nikmatnya kugigit kecil hingga wanita itu
berteriak kecil merintih menahan rasa nikmat sangat hebat, untung saja
kamar tidur tersebut terletak di lantai dua yang cukup jauh untuk
mendengar teriakan-teriakan kami berdua. Puas memainkan kedua buah
dadanya, kedua tanganku meraih kepalanya dan menariknya kearah wajahku,
sampai disitu mulut kami beradu, kami saling memainkan lidah dalam
rongga mulut secara bergiliran. Setelah itu lidahku menjalar liar di
pipinya naik kearah kelopak matanya melumuri seluruh wajah cantik itu,
dan menggigit daun telinganya. Genjotan pinggulnya semakin keras
menghantam pangkal pahaku, burungku semakin terasa membentur dasar liang
senggama.
“Ooohh.. aa… aahh… aahh… mmhh geliii ooohh enaknya, Vann… oooh,” desah Tante Donna.
“Yaahh enaak juga Tante.. ooohh rasanya nikmat sekali, yaahh.. genjot
yang keras Tante, nikmat sekali seperti ini, ooohh enaakk… ooohh Tante
ooohh..” kata-kataku yang polos itu keluar begitu saja tanpa kendali.
Tanganku yang tadi berada di atas kini beralih meremas bongkahan
pantatnya yang bahenol itu. Setiap ia menekan ke bawah dan menghempaskan
kemaluannya tertusuk burungku, secara otomatis tanganku meremas keras
bongkahan pantatnya. Secara refleks pula kemaluannya menjepit dan
berdenyut seperti menyedot batang kejantananku.
Hanya sepuluh menit
setelah itu goyangan tubuh Tante Donna terasa menegang, aku mengerti
kalau itu adalah gejala orgasme yang akan segera diraihnya, “Vann… aahh
aku nngaak… nggak kuaat aahh.. aahh.. ooohh…”
“Taahaan Tante… tunggu
saya dulu nggg.. oooh enaknya Tante.. tahan dulu … jangan keluarin
dulu..” Tapi sia-sia saja, tubuh Tante Donna menegang kaku, tangannya
mencengkeram erat di pundakku, dadanya menjauh dari wajahku hingga kedua
telapak tanganku semakin leluasa memberikan remasan pada buah dadanya.
Aku sadar sulitnya menahan orgasme itu, hingga aku meremas keras
payudaranya untuk memaksimalkan kenikmatan orgasme itu padanya. “Ooo…
nggg… aahh… sayang sayang.. sayang.. oooh enaak.. Tante kelauaar..
ooohh.. ooohh…” teriaknya panjang mengakhiri babak permainan itu. Aku
merasakan jepitan kemaluannya disekeliling burungku mengeras dan terasa
mencengkeram erat sekali, desiran zat cair kental terasa menyemprot enam
kali di dalam liang kemaluannya sampai sekitar sepuluh detik kemudian
ia mulai lemas dalam pelukanku.
Sementara itu makin kupercepat
gerakanku, makin terdengar dengan jelas suara gesekan antara kemaluan
saya dengan kemaluannya yang telah dibasahi oleh cairan dari kemaluan
Tante Donna. “Aaakhh.. enakk!” desah Tante Donna sedikit teriak.
“Tante.. saya mau keluar nich.. eeesshh..” desahku pada Tante Donna.
“Keluarkanlah sayang.. eesshh..” jawabnya sambil mendesah.
“Uuugghh.. aaaggh.. eeenak Tante..” teriakku agak keras dengan
bersamaannya spermaku yang keluar dan menyembur di dalam kemaluan Tante
Donna.
“Hemm.. hemmm…” suara itu cukup mengagetkanku. Ternyata
suaminya yang sedari tadi hanya menonton kini telah bangkit dan melepas
kimononya. “Sekarang giliranku, terima kasih kau telah membangkitkanku
kau boleh meninggalkan kami sekarang,” katanya seraya memberikan segepok
uang padaku.
Aku segera memakai pakaianku, dan melangkah keluar.
Tante Donna mengantarkanku kepintu sambil sambil menghadiahkanku sebuah
kecupan kecil, katanya “Terima kasih yach.. sekarang giliran suamiku,
karena ia butuh melihat permainanku dengan orang lain sebelum ia
melakukannya.”
“Terima kasih kembali, kalau Tante butuh saya lagi hubungi saya saja,” jawabku sambil membalas kecupannya dan melangkah keluar.
“Akh… betapa beruntungnya aku dapat ‘order’ melayani wanita seperti
Tante Donna,” pikirku puas. Ternyata ada juga suami yang rela
mengorbankan istrinya untuk digauli orang lain untuk memenuhi hasratnya.
Tamat
Thursday, December 13, 2012
GAIRAH TANTE DONA
7:26 AM
Unknown
No comments
0 comments:
Post a Comment