Hampir sepuluh tahun usia pernikahan kami, tepatnya saat ini sudah
sembilan tahun (kami menikah tahun 2002). Di waktu senggang, aku sering
sekali membahas tentang masa lalu istriku, aku sering mendesaknya untuk
bercerita tentang masa lalunya, siapa saja dan bagaimana lelaki yang
pernah dekat dengannya. Entah mengapa aku ada perasaan lain yang tak
bisa aku ungkapkan ketika mendengar ceritanya.
Tapi entah mengapa pula aku sering merasa sakit hati setelah mendengar
cerita istriku. Hal ini kadang membuatku bingung sendiri.
Sesekali istriku marah, dia pernah bilang “Pa.., kamu yang Paksa aku
cerita, tapi kamu Parah sama aku, gimana?” Kadang aku berfikir, masa
bodoh dengan masa lalunya, yang penting hari ini kami bahagia, dan aku
sangat tahu dan merasakan bahwa istriku sangat mencintaiku.
Akhir-akhir ini terbongkar kembali masa lalunya yang sangat lama
disimpannya. Sewaktu kami belum menikah, dia pernah bercerita, bahwa
dulu pernah ada seorang pria di desanya yang sangat special yang sangat
menyemangatinya untuk kuliah. Aku adalah orang yang lumayan kuat
mengingat memori yang penting.
Bertahun-tahun aku berusaha membongkarnya, baru hari-hari terakhir ini terungkap. Entah kenapa aku sangat sakit sekali merasakannya, berbeda dengan cerita-cerita dari istriku tentang Pasa lalunya sebelum-sebelumnya. Ternyata pria yang dimaksud itu adalah orang yang aku kenal, dia masih ada hubungan keluarga atau sepupu jauh. Dan pengakuan inilah yang membuat aku merasa terguncang.
Aku merasa dikhianati secara sembunyi-sembunyi. Makanya aku tak heran,
istriku sering membicarakan pria ini dalam kehidupan rumah tangga kami
selama ini. Memang pria ini sekarang sudah menikah dan punya dua orang
anak.
Aku ada perasaan takut dikhianati oleh istriku. Saat kami membahas
masalah ini dia pernah mengatakan sesuatu yang agak bikin aku shock.
Anak pertama dari pria itu cacat bisu-tuli.
Istriku mengatakan kalau ada perasaan bersalah dirinya terhadap pria
itu, “apakah kebisuan itu adalah karma sebagai pencerminan kebungkaman
kami berdua atas rasa cinta yang terpendam yang tak pernah terungkap
sampai saat ini?” pertanyaannya itu dilontarkan istriku padaku.
Aku harus menjawab apa? tapi waktu itu aku sempat marah dan menjawabnya
“apapun yang terjadi pada makhluk diseluh muka bumi, itu kehendak Allah,
SWT. Itu cobaan untuknya, Alhamdullah itu tak terjadi pada anak-anak
kita”. Terus terang aku tidak tahu salahkah sikap istriku, atau salahkah
cara aku menanggapinya? Setelah itu kami sempat bertengkar karena aku
kurang bisa menerimanya.
Hari berganti, selama itu sikap kami dingin, terutama aku. Hingga suatu saat kami berbicara.
“Sudahlah Pa.. itu kan masa lalu, aku sudah tidak memikirkannya lagi,
aku sayang kamu dan aku gak mau kehilangan kamu Pa.. saat ini dan nanti
aku cuma inginkan keluarga ini, tapi kamu berfikirlah dewasa Pa..,
setiap orang pasti punya masa lalu, dulu aku tidak pernah kok
berkomitmen pacaran dengannya, aku cuma dekat dan aku tahu kalau aku
terus-teruskan hubungan kami lebih dekat, ini adalah aib keluarga.”
Kalau dibilang aku ataupun dia pernah ada perasaan, mungkin iya, tapi
tak pernah terlontarkan diantara kami. Aku masih binggung menanggapi
masalah ini. Setelah itu aku mengajukan banyak pertanyaan pada istriku,
aku tambah penasaran bagaimana cerita cintanya itu. Pertanyaan
terakhirku “apa masih tersisa perasaanmu padanya saat ini?”. istriku
agak tersentak, “ya tidak ada Pa.. cuma perhatian biasa yang berikan
kepada sesama saudara”.
Aku juga sempat meminta satu hal pada istriku, “karena aku takut tidak
bisa menahan emosional saat melihat kamu bertemu dengannya di hari raya
tahun depan atau acara -acara keluarga lainnya, kita jangan bertemu dulu
dengannya sampai aku kuat dan benar-banar bisa meneriPanya”.
Dengan tegas dan ikhlasnya istriku menjawab,
“Apapun aku lakukan asal membuat kamu tenang Pa”.
Karena aku merasa setiap kali hari raya istriku bersemangat sekali melihat aku bertemu sapa dengan pria itu, ungkapan sangat bahagia saat kami saling bersalaman sambil bercium pipipun begitu terlihat. Dulu aku belum mengetahui yang sebenarnya, aku cuek saja. Tapi sekarang… aku masih binggung menentukan sikap.
“Apapun aku lakukan asal membuat kamu tenang Pa”.
Karena aku merasa setiap kali hari raya istriku bersemangat sekali melihat aku bertemu sapa dengan pria itu, ungkapan sangat bahagia saat kami saling bersalaman sambil bercium pipipun begitu terlihat. Dulu aku belum mengetahui yang sebenarnya, aku cuek saja. Tapi sekarang… aku masih binggung menentukan sikap.
Bagi para pembaca yang baik, berilah aku nasehat yang bijaksana untuk
Pasa depan keluarga kami. Aku sangat mencintai keluarga kami, dan aku
tak inginkan keluarga yang lainnya
0 comments:
Post a Comment